Daerah

Selain Berkebun, Warga Pasangridi Bikin Gula Merah

AKARBERITA.com, Sidrap – Masyarakat Dusun Pasangridi, Desa Leppangeng, Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap, menjadikan kebun cengkeh sebagai penghasilan utama. Selain itu mereka harus mencari pekerjaan alternatif, dikarenakan kalau hanya mengandalkan kebun cengkeh saja tidak akan cukup sebab hanya bisa dinikmati setiap satu kali setahun. Salah satu pekerjaan alternatif yang dilakoni masyarakat Desa Leppangeng khususnya di Dusun Pasangridi adalah membuat gula merah. Gula merah yang dibuat ini bahan dasarnya adalah tuak dari pohon enau. Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Kecamatan Pitu Riase Jemmy Harun saat berkunjung di Dusun Pasangridi.

Jemmy beserta rombonganya menyempatkan diri mengikuti proses pembuatan gula merah tersebut. Pagi-pagi sekali Jemmy dan bersama salah seorang kepala seksinya mengikuti salah seorang warga pembuat gula merah, Saripi. Saripi menjelaskan, pihaknya mengajak Sekcam beseta rombongan ke kebun untuk melihat jerjen-jerjen yang sudah dipasang, yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya.

“Jerjen ini saya pasang kemarin sore. Sekarang sudah hampir penuh sehingga kita ganti lagi dengan jerjen yang kosong. Pergantiannya memang setiap pagi dan sore setiap harinya,” ungkap

Selain itu, lanjut Saripi, jerjen-jerjen yang sudah berisi penuh air tuak tersebut dibawah pulang untuk di masak. ternyata tuak tersebut bukannya dibawah pulang ke rumahnya, melainkan ke sebuah gubuk-gubuk kecil di tengah kebun tidak jauh dari pemukiman warga.

Lokasinya berjarak sekitar 700 meter dari rumah, tidak ada perumahan didekat tempat memasak tuak ini. Dalam gubuk terdapat balai-balai kecil tempat menyimpan gula merah yang sudah masak dan alat cetakan gula merah.

“Sengaja kita bikin tempat masak gula jauh dari pemukiman untuk mengantisipasi kebakaran. Karena memasak gula merah itu apinya harus menyala terus. Artinya kita tidak bisa terus berada disamping tungku. Sesekali Kita hanya kenyalakan api kemudian kita tinggalkan sejenak, “jelas Saripi

Saripi mengungkapkan, untuk memasak tuak manis menjadi gula merah diperlukan waktu beberapa jam. “Biasanya setelah dimasak terus menerus dari pagi, biasanya setelah shalat Duhur sudah bisa kita cetak menjadi gula merah,” lanjutnya

Oleh karena itu, Gula merah hasil kerajinan masyarakat setempat umumnya berbentuk segi empat. Tidak ubahnya seperti batu bata di belah dua. Dalam sehari, Saripi mampu membuat 2 sampai 5 ikat. Dalam satu ikat berisi 10 biji untuk dijual.

“Biasanya kalau lagi mujur, terutama saat pengambilan tuak masih Awal-awal setiap pohonnya masih bisa kita dapat sampai 5 ikat, tapi kalau sudah lama biasanya airnya juga sudah mulai berkurang makanya kadang sisa 2 atau 3 ikat saja, harga jual untuk satu ikat biasanya dihargai oleh pedagang sekitar 50 sampai 55 ribu perikat,” paparnya

Sementara Sekcam Pitu Riase Jemmy Harun mengaku kagum dengan kreatifitas yang ditunjukkan masyarakat di Dusun tersebut. “Saya bangga dengan hasil bumi dan hasil kreatifitas warga setempat. Memang perlu perhatian pemerintah agar akses jalan kesini bisa semakin bagus. Tapi memang harus bertahap. Sekarang sudah pengerasan, semoga ke depan bisa di beton,” tandasnya.

(Dwi)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top
error: Content is protected !!