Opini

Dissention Opinion dan Implikasinya dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024

Oleh: Lilis Suryani Atjo
Dosen Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada Kota Parepare

Eksistensi Dissentiin opinion
Dalam rekaman sejarah, belum pernah tercatat adanya dissention opinion oleh Hakim Mahkamah Konstitusi terhadap perselisihan hasil pemiilihan presiden dan wakil presiden dalam permohonan PHPU, tahun ini membuktikan satu kemajuan dalam perkembangan Hukum di indonesia, Penerapan dissention opinion ini oleh hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan perselisihan hasil pemilu Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 memperlihatkan adanya pandangan dari 3 hakim yang berbeda, yaitu Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat, yang mencermati dengan menganalisis perkara perselisihan pemilu memutuskan bahwa terdapat kebenaran data, dan fakta hukum dalam perkara yang disengketakan dan penyelesaiannya menggunakan metode kualitatif, dimana dari materi persidangan dan penyampaian data dan fakta telah terjadi proses pelanggaran dalam pemilu secara terstruktur dan massif. Di sisi lain, hakim menginterpretasikan keadilan secara prosedural dengan memutuskan permohonan pemohon tidak terbukti, tidak dapat diterima, dan menolak permohonan pemohon, dissention opinion menimbulkan pertanyaan soal status hukum dan eksistensinya, sekaligus menjadi trending topik di pekan ketiga april ini.

Louis Fernando Simanjuntak, Elis Rusmiati, & Budi Arta Atmaja:21 mei 2023: 93, mengatakan bahwa, pengadilan yang sifatnya transparan, logis, independen, dan adil, memberikan kontribusi yang besar terhadap kebenaran moral dan pencerahan pemikiran serta tindakan masyarakat yang ideal. sebaliknya putusan pengadilan yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat dapat menyebabkan hilangnya akal sehat dari masyarakat. Prinsip keadilan, muhammad Taufik (Jhon Rawl, 2013:58) yang menyatakan, haruslah berdasar pada asas hak, bukan manfaat, prinsip keadilan yang berdasarkan pada asas hak akan melahirkan prosedur yang fair karena berdasar pada hak-hak (individu) yang tak boleh dilanggar, yaitu hak-hak individu memang hal yang dengan gigih diperjuangkan Rawls untuk melawan kaum utilitarian. Maka dengan menghindari pelanggaran terhadap hak semua orang sesungguhnya juga akan menciptakan prosedur yang adil (fair), apapun manfaat yang dihasilkannya.

Pelaksanaan putusan Dissention opinion
Sejatinya perbedaan pendapat atau putusan pendapat yang berbeda dalam praktek sistem hukum (Mahkamah agung) adalah, sesuatu yang tidak diperbolehkan hal ini dilatar belakangi oleh tujuan utama implementasi sistem kamar oleh Mahkamah Agung dengan maksud terciptanya kesatuan hukum. Oleh karena itu, dalam praktek sistem kamar di pengadilan Belanda, perbedaan pendapat (dissenting opinion) ini tidak diberikan ruang (https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/sistem-kamar/sejarah-sistem-kamar). Namun, dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari para hakim wajib dibacakan dan dimuat dalam putusan. Pengaturan ini dapat dilihat dalam Pasal 14 (3) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, sebagai berikut “Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan, selanjutnya (yummi dan prada;2019), Dissention opinion merupakan warisan sistem peradilan kontemporer yang dapat menjadi rujukan bagi hakim dalam melakukan penalaran hukum, kemudian (Bagir manan;2006:11) Dissenting opinion adalah pranata yang membenarkan perbedaan pendapat hakim (minoritas), atas putusan pengadilan, hal menarik secara kontekstual yang relevan dengan urgensi independensi dalam putusan di mahkamah konstitusi adalah sebuah pandangan dari Hakim Mahkamah konstitusi (Anwar usman:2020) yang dirilis dari https://simpus.mkri.id/opac/detail-opac, Dengan judul Independensi kekuasaan kehakiman, yang membahas soal intervensi terhadap independensi kebebasan hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, maupun intervensi terhadap lembaga kekuasaan kehakiman yang bersifat fatal bagi penegakan hukum. Intervensi tidak hanya merugikan lembaga kekuasaan kehakiman saja akan tetapi juga merugikan masyarakat yang sedang mencari keadilan. Sebuah tulisan yang mengulas tentang kemandirian dan integritas hakim, sekaligus menjadi reminder atas putusan sebelumnya yakni Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 mengubah syarat usia batas untuk calon presiden dan calon wakil presiden, yang mengatur bahwa usia minimal 40 tahun adalah syarat bagi calon presiden dan calon wakil presiden.

Tanggal 22 April 2024 telah dipertontonkan pada dunia sebuah aksi perdebatan fakta (bettle of the fact) yang endingnya menghasilkan polemik, di tengah masyarakat karena adanya Dissention opinion dari 3 hakim dengan jumlah hakim yg bersidang 8 orang tanpa melibatkan satu Hakim. Keputusan hakim Mahkamah konstitusi memutuskan Dissention dituangkan dalam putusan Mahkamah konstitusi yang dibacakan Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat pendapat berbeda dari tiga orang hakim konstitusi, yaitu hakim konstitusi Saldi Isra, hakim konstitusi Enny Nurbainingsih, dan hakim konstitusi Arief Hidayat,” kata Suhartoyo, Senin (22/4/2024).

Dissention Opinion 3 hakim dari sumber link yang penulis kutip mengatakan bahwa, penyaluran dana bantuan sosial atau bansos yang dilakukan oleh pemerintah dijadikan alat untuk memenangkan salah satu peserta Pilpres. Selanjutnya, hakim Saldi, mengatakan keterlibatan aparat negara, pejabat negara, atau penyelenggara negara dalam memenangkan salah satu peserta Pilpres. Selanjutnya hakim MK, Enny Nurbainingsih, mengatakan dalam pembacaan dissenting opinion, meyakini telah terjadi ketidaknetralan yang sebagian berkelindan dengan pemberian bansos yang terjadi pada beberapa daerah, Untuk itu, menurut Enny, untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945, seharusnya MK memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah.

Hakim MK, Arief Hidayat, yang membacakan dissenting opinion-nya dengan menyebut pemerintah telah melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur dan sistematis.Arief menilai apa yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan segenap struktur politk kementerian dan lembaga, dari tingkat pusat hingga level daerah, telah bertindak partisan dan memihak calon pasangan tertentu.Hal tersebut kata Arief telah melanggar asas penyelenggaraan pemilu yaitu luber jurdil atau langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. (https://tirto.id/siapa-alasan-3-hakim-mk-dissenting-opinion-tolak-gugatan-amin)
Pertimbangan dissentin opinion adalah upaya menjalankan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan: “Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, dan rasa keadilan tidak tercipta dari hasil akhir melainkan dari sebuah proses yang fair, hakim Mahkamah Konstitusi tidak hanya berwenang pada hasil, dalam UU No.7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu frasa ‘tentang’ soal kewenangan MK terhadap PHPU itu hilang.

Frasa wewenang sebagaimana Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 maknanya lebih luas dan komprehensif, tak sekedar memutus perselisihan hasil pemilu.” Makna ‘memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum’ adalah memeriksa dan mengadili perselisihan antara peserta pemilu dengan KPU mengenai proses perolehan jumlah suara dan hasil perolehan jumlah suara peserta pemilu secara nasional, memutus perselisihan antara peserta pemilu dengan KPU mengenai proses perolehan jumlah suara bermakna memeriksa dan mengadili proses memperoleh suara dari adanya pelanggaran yang belum, tidak dapat, atau tidak ingin diselesaikan oleh penyelenggara pemilu. Bentuknya berupa pelanggaran yang tidak dapat ditolerir (intolerable condition) dan/atau pelanggaran yang dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif(https://www.hukumonline.com/berita/a/ahli–wewenang-mk-tak-sekedar-memutus-perselisihan-hasil-pemilu)

Implikasi Dissention Opinion
Dampak dari putusan dissenting opinion di Mahkamah Konstitusi terhadap pelaksanaan sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia antara lain:
1. Dapat mempengaruhi tingkat kesadaran hukum masyarakat karena memunculkan pemikiran baru tentang independensi hakim dan kualitas keputusan hakim
2. Memberikan keleluasaan bagi hakim untuk mengeksplorasi nilai-nilai hukum dan keadilan, serta memberikan evaluasi terhadap keputusan mayoritas yang didasarkan pada keadilan prosedural dan substantif
3. Paradigma dissenting opinion dapat membawa keputusan yang lebih berkualitas karena mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda dan memperkaya diskusi hukum
4. Menjadi landasan untuk pengembangan hukum yang lebih inklusif dan memperluas pandangan hukum yang ada
5. Dengan adanya dissenting opinion di Mahkamah Konstitusi, sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia dapat mengalami dinamika yang lebih sehat dan transparan, serta memperkuat prinsip-prinsip keadilan dan independensi lembaga
6. DIssenting opinion juga membantu memperkuat kesetiaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi. Praktik pemuatan alasan dan pendapat berbeda tersebut dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap MK, sebagaimana yang dijelaskan dalam buku “Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Tataran Reformasi Ketatanegaraan Indonesia”
7. Eksistensi dissenting opinion di MK memungkinkan hakim untuk memperjelas alasan-alasan yang menggambarkan pandangan berbeda, yang mungkin menjadi referensi bagi hakim dalam melakukan penalaran hukum. Dissenting opinion juga menjadi alternatif pembaharuan hukum kedepannya, mengingat argumentasi yang kuat atau setidaknya menunjukkan adanya ketidakstabilan putusan yang dikeluarkan.
Untuk mengatasi dissenting opinion di Mahkamah konstitusi terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan memastikan bahwa setiap peserta persidangan memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya secara adil dan transparan. Hal ini dapat mencakup memfasilitasi diskusi yang terbuka, mendengarkan dengan seksama, dan memberikan ruang bagi semua pihak untuk menyampaikan pandangan mereka, . Selain itu, penting untuk memperhatikan keadilan dalam proses pengambilan keputusan, memastikan bahwa semua pihak terlibat merasa didengar dan dihormati. Dengan demikian, kolaborasi antara pihak yang berbeda pendapat dapat ditingkatkan untuk mencapai kesepakatan yang lebih luas dan mendorong terciptanya keputusan yang lebih inklusif
Refrensi
– (Anwar usman:2020) yang dirilis dari https://simpus.mkri.id/opac/detail-opac
– Bagir Manan ” Dissenting Opinion dalam Sistem Peradilan Indonesia” IKAHI Jakarta, 2006,
– Louis Fernando Simanjuntak*, Elis Rusmiati, & Budi Arta Atmaja, Dissenting Opinion oleh Hakim dalam Proses Pengambilan Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi sebagai Wujud Kebebasan Hakim (Dissenting Opinion by Judges in The Process of Making Decisions on Corruption Cases as a Form of Judge Freedom)Fakultas/index.php/mercatoria 2023
– Muhammad Taufik (Jhon Rawl), filsafat Jhon Rawl tentang keadilan, jusnal study islam Mukaddimah,Volume 19, No. 1, 2013
– Yumi Katsura dan Prada “Dissenting Opinion Hakim pada Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara Merek Terkenal” 2019
https://tirto.id/siapa-alasan-3-hakim-mk-dissenting-opinion-tolak-gugatan-amin
(https://www.hukumonline.com/berita/a/ahli–wewenang-mk-tak-sekedar-memutus-perselisihan-hasil-pemilu
Hukum, Universitas Padjadjaran Bandung,Indonesia, Jurnal Mercatoria: http://ojs.uma.ac.id)

(*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top
error: Content is protected !!