AKARBERITA.com, Maros -Pembuatan karya ilmiah merupakan salah satu syarat kenaikan pangkat bagi para ASN, tidak terkecuali para guru-guru sekolah. Namun ironisnya, banyak diantara para guru-guru ini tidak bisa membuat karya ilmiah sendiri, sehingga untuk urusan kenaikan pangkat, mereka memakai jasa joki untuk pembuatan karya ilmiah.
Kasus guru-guru tidak bisa membuat karya ilmiah juga banyak di Kabupaten Maros. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Andi Pattiroi mengatakan sekitar 75 persen guru di Maros ada yang membuatkan karya ilmiahnya.
“Rata-rata kita di Maros, bukan lagi 50%, tapi sekitar 75% guru-guru kita ada yang membuatkan karya ilmiahnya. Soal siapa pembuat karya ilmiah di Maros tidak usah saya sebut,” kata Pattiroi dalam sambutannya saat pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pembuatan Karya Ilmiah dan Jurnal Bagi Guru dan Kepala Sekolah, di Gedung Baruga A Kantor Bupati Maros.
Terkait karya ilmiah, kata Pattiroi, selain dibantu orang lain, juga ada yang nyontek di Google. “Ada juga yang nyontek di Google,” ungkapnya.
Untuk itu, kara Pattiroi lagi, pihaknta berharap dengan adanya Bimtek Pembuatan Karya Ilmiah dan Jurnal, tidak ada lagi guru yang dibuatkan karya ilmiahnya. “Tentunya banyak sekali yang bisa ditulis di sekiar kita, di sekolah kita, atau pengalaman sekitar di satuan pendidikan masing-masing,” ujarnya.
Sementara Sekertaris Daerah (Sekda) Maros, Andi Davied Syamsuddin dalam sambutannya mengatakan fenomena karya ilmiah dibuatkan merupakan rahasia yang sudah diketahui. “Karya ilmiah dibuatkan, ini merupakan rahasia yang sudah diketahui,” katanya.
Pembuatan karya ilmiah, kata Davied lagi, selama ini hanya berorientasi pada kenaikan pangkat, bukan pemecahan masalah, sehingga menggunakan kondisi dibuatkan.
“Kalau karya ilmiah dibuat untuk naik pangkat, pasti kita menggunakan kondisi dibuatkan. Tapi kalau karya ilmiah ditujukan untuk menyelesaikan masalah, maka pasti kita akan serius membuatnya. Karena karya ilmiah itu kan berangkat dari sebuah permasalahan. Masalah dari sebuah organisasi misalnya, karena banyaknya masalah, kita butuh identifikasi untuk menyelesaikannya,” paparnya.
Di tempat yang sama, Ketua Harian Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas (PTIC), Bagus Dibyo Sumantri mengatakan, dibutuhkan program-program terkait peningkatan kompetensi guru untuk mengatasi persoalan itu.
“Salah satu program yang dibutuhkan adalah menggelar berbagai macam pelatihan, entah apa itu namanya. Pelatihan dibutuhkan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam membuat karya ilmiah yang otentik, karena guru butuh ini untuk meningkatkan kompetensinya,” bebernya.
Saat ditanya mengenai latar belakang pendidikan para guru yang S1 bahkan S2, namun tidak bisa membuat karya ilmiah yang otentik, Bagus enggan menjawab hal itu. “Tidak tahu proses rekrutmen guru-guru itu, saya tidak komentar soal itu. Ini kita berbicara kedepannya, bukan kebelakang. Yang pastinya, guru-guru butuh pelatihan yang sifatnya peningkatan kompetensi,”ujarnya.
Bagus mengaku pihaknya akan mendukung program-program Disdukbud Maros yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru. “Saya pikir Disdikbud akan membuka ruang untuk itu,” tandasnya.
(Naila)