Headline

Kamis, 02 Januari 2025
Opini

UU ITE dan Tantangan Keamanan Siber Nasional

Oleh: Muhammad Thoriq Saputra
Mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada Kota Parepare

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memainkan peran penting dalam memberikan kerangka hukum untuk mengatur aktivitas di ruang siber di Indonesia. Namun, dalam konteks tantangan keamanan siber nasional, UU ITE memiliki sejumlah keterbatasan yang perlu ditinjau ulang agar mampu menjadi instrumen yang lebih efektif.

Keamanan siber di Indonesia menghadapi ancaman yang semakin kompleks, mulai dari serangan phishing, pencurian data, peretasan infrastruktur penting, hingga penyebaran berita bohong yang dapat memicu instabilitas sosial. Dalam menghadapi tantangan ini, UU ITE sering kali dianggap belum sepenuhnya adaptif terhadap perkembangan teknologi dan pola serangan siber yang semakin canggih.

Kelemahan dalam Penerapan UU ITE, terjadi karena kurangnya Fokus pada Pencegahan Keamanan Siber

UU ITE lebih banyak berfokus pada pengaturan tindak pidana siber, seperti pencemaran nama baik, ujaran kebencian, atau akses ilegal. Namun, pencegahan terhadap serangan siber berskala besar, terutama yang menargetkan infrastruktur kritis nasional, belum mendapatkan perhatian khusus.

Minimnya Regulasi Terkait Keamanan Data

Di era digital, keamanan data menjadi komponen utama dalam perlindungan siber. Meskipun ada pasal-pasal di UU ITE yang menyentuh soal pengelolaan data, pengaturannya masih lemah dibandingkan regulasi seperti GDPR di Uni Eropa. Hal ini membuat banyak pihak, termasuk perusahaan, cenderung abai dalam menerapkan standar keamanan data yang tinggi.

Keterbatasan Penegakan Hukum dalam penegakan hukum berbasis UU ITE, juga sering terkendala kemampuan teknis aparat penegak hukum. Dalam banyak kasus, pelaku serangan siber menggunakan teknologi canggih untuk menyembunyikan identitas dan lokasi mereka, membuat investigasi menjadi sulit.

Ketergantungan pada Infrastruktur Asing

Banyak infrastruktur digital yang digunakan di Indonesia masih bergantung pada penyedia layanan asing. Ketergantungan ini menciptakan kerentanan tambahan, terutama jika terjadi konflik geopolitik yang dapat mengganggu akses atau keamanan infrastruktur tersebut.

UU ITE perlu diperluas untuk mencakup perlindungan terhadap infrastruktur kritis nasional, pengamanan data, dan kewajiban pelaku industri digital dalam menjaga keamanan informasi.

Peningkatan Kolaborasi Antarinstansi, juga menjadi hal penting dalam eamanan siber bukan hanya tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika, tetapi juga melibatkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), TNI, Polri, serta sektor swasta. Sinergi antarlembaga ini harus diperkuat melalui regulasi yang lebih jelas.

Selain itu, peningkatan kapasitas teknologi dan Sumber Daya Manusia, di mana Indonesia harus berinvestasi pada teknologi canggih dan pelatihan tenaga ahli untuk mendeteksi, mencegah, dan merespons ancaman siber secara lebih efektif.

Selain itu, kerja sama Internasional dalam menghadapi ancaman yang bersifat global, Indonesia perlu meningkatkan kerja sama dengan negara lain dan organisasi internasional dalam hal pertukaran informasi, pelatihan, dan penanganan serangan siber.

UU ITE adalah langkah awal yang baik dalam pengaturan aktivitas siber di Indonesia, tetapi belum cukup untuk menjawab tantangan keamanan siber nasional yang semakin kompleks. Revisi UU ITE yang lebih komprehensif, didukung oleh strategi nasional yang kuat, adalah kunci untuk memastikan bahwa Indonesia mampu menghadapi ancaman siber dengan tangguh, sekaligus melindungi kepentingan rakyat di era digital.

(*)

BAGIKAN:

Berita Terkait

1 dari 5

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *