Oleh: Anita Sari
Mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada Kota Parepare
Di era digital saat ini, anak-anak semakin terhubung dengan internet, yang menawarkan banyak peluang untuk belajar dan berinteraksi, tetapi juga membawa risiko signifikan. Kejahatan siber, seperti eksploitasi seksual, perundungan daring (cyberbullying), dan penipuan, menjadi ancaman nyata bagi anak-anak. Dalam konteks ini, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memainkan peran penting sebagai payung hukum untuk melindungi anak-anak dari bahaya dunia maya.
Salah satu kekuatan utama UU ITE adalah keberadaannya sebagai dasar hukum untuk menindak kejahatan siber. Pasal-pasal dalam UU ITE, terutama yang mengatur tentang pencemaran nama baik, penyebaran konten pornografi, dan akses ilegal ke data pribadi, dapat digunakan untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi dan penyalahgunaan. Misalnya, pelaku yang menyebarkan konten pornografi anak dapat dijerat dengan hukuman berat sesuai UU ITE. Hal ini memberikan efek jera sekaligus mendorong pencegahan kejahatan.
Namun, efektivitas UU ITE tidak hanya bergantung pada aturan yang tertulis, tetapi juga pada implementasinya. Banyak kasus kejahatan siber yang melibatkan anak-anak tidak terlaporkan atau sulit diproses karena kurangnya literasi digital di masyarakat, keterbatasan sumber daya penegak hukum, atau karena anak-anak sering kali tidak memahami bahwa mereka adalah korban. Oleh karena itu, UU ITE harus didukung oleh langkah-langkah tambahan, seperti edukasi literasi digital untuk anak-anak dan orang tua, peningkatan kapasitas penegak hukum dalam menangani kasus siber, serta penguatan kerja sama antara pemerintah, platform digital, dan organisasi masyarakat.
Selain itu, UU ITE perlu dikaji dan diperbarui secara berkala untuk menyesuaikan dengan dinamika teknologi yang terus berkembang. Misalnya, ancaman seperti deepfake, eksploitasi data pribadi, atau penyebaran hoaks di platform media sosial yang sering menargetkan anak-anak, harus diakomodasi dalam revisi undang-undang agar perlindungan tetap relevan.
Dalam kesimpulannya, UU ITE memiliki peran vital dalam melindungi anak-anak dari kejahatan siber, tetapi harus diimbangi dengan tindakan proaktif lainnya, termasuk edukasi, kerja sama lintas sektor, dan penyesuaian regulasi. Dengan pendekatan holistik ini, kita dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi generasi muda.
(*)