Oleh: Mutiara Parera
Mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada Kota Parepare
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi anak-anak dari kejahatan siber di era digital yang semakin kompleks.
Keberadaan UU ITE memberikan landasan hukum untuk menindak tegas berbagai bentuk kejahatan siber yang sering kali menargetkan anak-anak sebagai korban, seperti eksploitasi seksual daring, perundungan siber (cyberbullying), hingga penyebaran konten berbahaya seperti pornografi anak. Pasal-pasal dalam UU ITE tidak hanya menegaskan larangan terhadap tindakan tersebut, tetapi juga memberikan sanksi berat bagi pelaku, sehingga diharapkan dapat memberikan efek jera.
Selain itu, UU ini mendorong platform digital dan penyedia layanan internet untuk meningkatkan pengawasan terhadap konten yang diunggah pengguna, serta menyediakan mekanisme pengaduan yang cepat dan efisien bagi korban.
Namun, meskipun UU ITE telah memberikan kerangka hukum yang cukup, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, seperti rendahnya kesadaran masyarakat akan literasi digital dan keterbatasan infrastruktur hukum untuk melacak pelaku kejahatan siber secara cepat.
Oleh karena itu, peran UU ITE perlu diimbangi dengan kolaborasi semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, dan masyarakat luas, dalam menciptakan lingkungan digital yang aman bagi anak-anak. Pemerintah harus aktif mengedukasi masyarakat tentang potensi ancaman siber, sementara orang tua perlu membimbing anak-anak agar bijak dalam menggunakan teknologi.
Dengan pendekatan yang komprehensif, UU ITE dapat berfungsi tidak hanya sebagai alat penegakan hukum, tetapi juga sebagai instrumen preventif yang melindungi generasi muda dari bahaya dunia maya.
(*)