AKARBERITA.com, Toraja – Hujan yang turun cukup lebat sudah mulai reda, sore itu di Kampus 3 UKI Toraja yang terletak di Rantepao, Kabupaten Toraja Utara bersama beberapa dosen dan aktivis yang memiliki minat membangun komunitas berkumpul di aula kampus. Perbincangan sore menjadi semakin hangat ketika salah satu penggerak komunitas, Tri Astoto kodarie, hadir mempresentasikan komunitas yang berdaya guna bagi keberlangsungan aktivitas pada kelompok-kelompok.
“Saatnya kita bersama memandang sebuah komunitas bukan saja sebagai penggerak kegiatan-kegiatan, seperti literasi, sastra, budaya, teater, dan lain sebagainya. Tetapi juga ada multi-efek yang membersamai perjalanan sebuah komunitas. Tak salah jika komunitas berisi anak-anak muda, tapi baik pula beranggotakan bapak dan ibu yang sudah berumur atau campuran dari keduanya,” ujar pendiri Rumah Puisi Parepare. Tri Astoto Kodarie menjelaskan bahwa sesungguhnya komunitas memiliki daya guna menjadi ruang tempat beraktivitas, persahabatan, dan komunikasi.
Masih menurut Tri bahwa kehadiran komunitas harus dilandasi dengan kesetaraan (equality), keterbukaan terhadap kehadiran orang lain dan gerakan berbagi hidup (sharing of life). “ Kita harus melihat komunitas secara substantif dan mendalam bagi yang sudah berumur bahkan anak-anak mudah yang bermasalah bahwa komunitas dapat dijadikan sebagai tempat membangun harapan dan menenun keberanian untuk kembali berjalan menembus hujan dan badai karena ada payung yang memberi keteduhan.”
Salah satu peserta, Prof. Dr. Dina Gasong, sepakat bahwa komunitas bukan sekedar pada satu kegiatan, tetapi bisa menjadikan sebagai wahana bertukar informasi. “Katakanlah sebuah komunitas literasi itu bukan sekedar baca, tulis, numerasi, tapi bisa literasi kewirausahaan untuk menopang keberlangsungan sebuah komunitas,” ungkap Tri Astoto Kodarie. “Jadi komunitas bukan hanya bergantung pada bantuan pemerintah atau CSR perusahaan, sebaiknya lebih dari itu dengan mendayagunakan para anggotanya”, lanjutnya.
“Kehadiran komunitas bersifat transformatif menghadirkan energi dan gerak. Menyediakan ruang-ruang bagi jiwa-jiwa untuk menjadi dirinya sendiri, mekar, merekah, bercahaya bagi matahari, menghangat dalam martabat diri sendiri. Sehingga saling menemukan, merasakan, mengalami energi persahabatan yang berkualitas dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan usia harapan hidup (UHH) bagi anggotanya,” pungkas penyair yang sudah lama bergelut di bidang sastra ini.
(*)









