AKARBERITA.com, Parepare – Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang belum lama ini mengeluarkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin Measles Rubella (MR) dari Serum Institute of India (SII) untuk Imunisasi, yang meski mengandung unsur haram, tapi tetap dihalalkan oleh lembaga tersebut, menuai kontroversi dari Forum Peduli Umat (FPU) Kota Parepare.
Imam Besar FPU Parepare Rahmana Mappagiling mengatakan, terkait hak itu pihaknya tengah menyiapkan gugatan Perwakilan Kelompok atau Class Action kepada Kementrian Kesehatan RI atas Vaksin MR tersebut.
“Sudah kita rapatkan. Kesimpulannya, program Kemenkes tersebut akan kami gugat dan sepenuhnya diserahkan pada penasehat hukum kami untuk diajukan secara perdata di Pengadilan,” paparnya.
Rahman mengemukakan, terkait fatwa MUI yang mengklaim penggunaan vaksin MR tersebut merupakan persoalan yang darurat, dinilai pihaknya sangatlah bertentangan dengan kenyataan di lapangan. Menurunnya, pemberian vaksi MR pada anak belumnya dianggap dalam keadaan genting, gawat dan berbahaya.
“Karena kenyataannya, belum ada anak-anak yang sakit atau mayat bergelimpangan karena kasus penyakit tersebut,” tegasnya.
Rahman menilai, Kemenkes terkesan terburu-buru dalam menjalankan program tanpa menunggu Fatwa MUI keluar dengan melabrak Syariat dan unsur medis.
“Mereka tidak menimbang jika umat muslim di Indonesia adalah golongan mayoritas, sehingga menimbulkan kekawatiran. Terlebih, setelah diteliti ternyata memang mengandung unsur yang diharamkan. Bahkan dari faktor medis, sudah ada beberapa korban yang sakit dan meninggal setelah diberikan vaksin tersebut,” ungkpanya.
Sementara Sekretaris FPU Parepare Abdul Rahman Saleh mengaku juga akan mengumpulkan berbagai pihak yang merasa dirugikan dengan program tersebut.
“Kita sementara mencari alamat pihak-pihak yang dirugikan termasuk kasus anak yang meninggal dunia di Takalar, kita akan bersama-sama menuntut penghentian program tersebut,” katanya.
Terkait fatwa MUI, tambah Ramhan Saleh, juga dinilai pihaknya sarat intervensi. Pasalnya, fatwa MUI terkait program vaksin MR tersebut, baru diterbitkan setelah progaramnya berjalan dan berpolemik.
“Jangan sampai karena takut uang program tidak cair sehingga akhirnya program tersebut dipaksakan berjalan meskipun sangat merugikan dan meresahkan masayarakat,” ujarnya.
Sebelumnya Fatwa MUI menjelasakan Ketentuan hukum penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya adalah haram. Penggunaan vaksin MR produk dari SII hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari hewan babi.
Hanya, penggunaan vaksin MR produk dari SII pada saat ini dibolehkan atau mubah karena ada kondisi keterpaksaan atau darurat, menyusul belum ditemukan vaksin yang halal dan suci.
Komisi Fatwa MUI merekomendasikan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan menyertifikasi halal produk vaksinnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Dwi)