Opini

Keberlanjutan Hukum Pidana di Era Digital: Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Siber

Posted on

Oleh:
Ardiyanti Aris, S.H., M.H
Dosen Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada Kota Parepare

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang hukum pidana.

Di era digital ini, perlindungan data pribadi dan keamanan siber menjadi isu yang sangat krusial. Dengan semakin banyaknya aktivitas yang dilakukan secara online, risiko pelanggaran privasi dan kejahatan siber pun meningkat. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji bagaimana hukum pidana dapat beradaptasi dan berkembang untuk menghadapi tantangan-tantangan baru ini.

Salah satu regulasi penting yang telah diterapkan di Indonesia adalah Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). UU ini mulai berlaku pada tahun 2024 dan bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap data pribadi warga negara. Menurut Ardhanti Nurwidya, kesadaran terhadap perlindungan data pribadi telah muncul sejak lama, dan UU PDP merupakan langkah maju dalam upaya melindungi hak privasi individu di era digital.

Namun, penerapan UU PDP tidaklah tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa semua pihak yang terlibat, termasuk pemilik, pengendali, dan prosesor data pribadi, memahami dan mematuhi ketentuan-ketentuan yang ada. Selain itu, perlu ada upaya yang lebih besar untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya perlindungan data pribadi dan cara-cara untuk melindungi data mereka dari ancaman siber.

Dalam buku “Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik,” Muh. Akbar Fhad Syahril menekankan bahwa perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan membawa perubahan sosial yang signifikan. Ia juga menggarisbawahi pentingnya memahami hak dan kewajiban sebagai pengguna teknologi informasi dan internet, serta sanksi yang dapat dikenakan jika terjadi pelanggaran. Buku ini memberikan pandangan yang komprehensif tentang bagaimana hukum harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk melindungi data pribadi dan keamanan siber.

Keamanan siber juga menjadi isu strategis di berbagai negara, termasuk Indonesia. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah menyelenggarakan kegiatan National Cyber Exercise untuk meningkatkan kapasitas kewaspadaan nasional terhadap insiden siber. Kegiatan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks dan beragam. Namun, meskipun ada upaya yang signifikan dari pemerintah, insiden kebocoran data pribadi masih sering terjadi. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat bahwa sejak berlakunya UU PDP, terdapat dugaan pengungkapan secara melanggar hukum terhadap 668 juta data pribadi dari berbagai badan publik dan privat. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar perlindungan data pribadi.

Selain regulasi nasional, penting juga untuk melihat bagaimana regulasi internasional dapat mempengaruhi kebijakan di Indonesia. Panduan privasi dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan General Data Protection Regulation (GDPR) dari Uni Eropa adalah contoh regulasi internasional yang dapat menjadi acuan dalam pengembangan kebijakan perlindungan data pribadi di Indonesia.

Dalam konteks hukum pidana, kejahatan siber seperti pencurian data, penyebaran informasi yang menyesatkan, dan pelanggaran privasi merupakan tantangan besar. Perlindungan terhadap infrastruktur kritis, seperti pusat data nasional, juga harus menjadi prioritas utama. Pemerintah perlu memastikan bahwa infrastruktur ini dilindungi oleh lapisan keamanan yang kuat dan memiliki rencana pemulihan yang efektif. Edukasi publik tentang ancaman siber dan langkah-langkah perlindungan diri juga penting. Masyarakat harus diberi informasi tentang cara melindungi data pribadi mereka dan mengenali tanda-tanda serangan siber.

Kebijakan keamanan siber harus dievaluasi dan diperbarui secara berkala untuk mengatasi ancaman yang terus berkembang. Pemerintah harus tetap waspada terhadap tren dan teknologi baru yang dapat digunakan oleh penyerang. Serangan ransomware pada PDN Indonesia menunjukkan perlunya peningkatan signifikan dalam keamanan siber nasional. Dengan memanfaatkan kerangka hukum yang ada, seperti UU ITE dan UU PDP, serta meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta, Indonesia dapat membangun infrastruktur digital yang lebih aman dan tangguh.

Transparansi, akuntabilitas, dan edukasi publik juga akan memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan dan kesiapan menghadapi ancaman siber di masa depan. Pemerintah Indonesia, melalui Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), menegaskan bahwa mereka tidak akan membayar tebusan yang diminta oleh para penyerang. Sebaliknya, mereka fokus pada pemulihan layanan dan investigasi forensik untuk mengidentifikasi pelaku dan mencegah serangan serupa di masa depan.

Secara keseluruhan, keberlanjutan hukum pidana di era digital memerlukan pendekatan yang komprehensif dan adaptif. Regulasi seperti UU PDP dan UU ITE adalah langkah awal yang baik, tetapi implementasinya harus didukung oleh upaya yang konsisten dalam meningkatkan kesadaran publik, memperkuat infrastruktur keamanan, dan memastikan kepatuhan terhadap standar perlindungan data pribadi.

Dengan demikian, hukum pidana dapat terus berkembang dan beradaptasi untuk melindungi hak-hak warga negara di era digital yang semakin kompleks ini.

(***)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

Copyright © 2017 PT MEDIA MEGA DALLE. All Right Reserved.