AKARBERITA.com, Makassar – Program MAMPU-BaKTI akan memperingati Hari Perempuan Internasional atau Internasional Women’s Day (IWD) yang rangkaiannya digelar pada Sabtu (24/3) besok. Kegiatan, bagian dari Aksi Kolektif di antara mitra Program MAMPU, DFAT Australia dan jaringan koalisi NGO/CSO di Sulawesi Selatan (Sulsel)
Koordinator Program MAMPU-BaKTI Lusia Palulungan mengatkan, Hari Perempuan Internasional adalah sebuah event dunia merayakan pencapaian perempuan. Gerakan itu, jelasnya, dimulai awal tahun 1900 silam dan disepakati untuk diperingati setiap tanggal 8 Maret. “Tujuannya, mencapai kesetaraan gender secara utuh oleh perempuan di seluruh dunia,” ujarnya.
Menurut Lusi, masih banyak hal yang dicita-citakan kaum perempuan di seluruh dunia yang belum dapat diwujudkan. Persoalan yang timbul dari ketidakadilan gender, katanya, pun masih banyak terjadi. Diantarnya, papar Lusi yang juga aktivis perempuan dan anak, perbedaaan dalam hal pengupahan, terjadi pelabelan bermakna negatif bagi perempuan, menganggap perempuan di posisi rendah, beban berlipat ganda pada perempuan dan tindak kekerasan yang mengancam jiwa perempuan masih sering terjadi.
“Dan memperingati IWD tahun ini, Program MAMPU BaKTI akan mengangkat tema Bersinergi Mendorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yang saat ini RUUnya dibahas di DPR RI,” katanya.
Lusi Menambahkan, tema tersebut berdasarkan data yang dikumpulkan oleh mitra BaKTI untuk Program MAMPU sepanjang tahun 2017, yang mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 152 kasus, 67 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan seksual.
Sementara data Simphoni DPPPA Provinsi Sulsel menunjukkan kekerasan fisik terhadap perempuan masih berada pada jumlah tertinggi yaitu sebanyak 711 kasus, kemudian diikuti dengan kekerasan fisik sebanyak 332, kekerasan seksual pada peringkat ketiga yaitu 267 kasus, penelantaran 88 kasus, penyelundupan manusia (human traficking) 10 kasus, eksploitasi 2 kasus dan lainnya lainnya 73 kasus. “Masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan menggambarkan masih lemahnya perlindungan terhadap perempuan,” ujarnya.
Kendati dari sisi regulasi sudah ada undang-undang yang mengatur dan melindungi perempuan dan anak, yaitu Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Namun, ketidakmampuan norma hukum ini menyebabkan kasus-kasus kekerasan seksual sulit sekali untuk diselesaikan sampai ranah hukum, bahkan selama ini korban tidak memperoleh perlindungan dan pemulihan, sementara pelakunya tidak dapat dijerat hukum.
“Untuk itu perlu dilakukan satu gerakan aksi kolektif dalam menyuarakan aspirasi masyarakat di Kota Makassar terkait pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Sosial ini,” tegas Lusia.
(Abe)